Jumat, 15 Juli 2011

Pasar Malam


Siapakah bintang pasar malam sejati? Badut sirkus, pemain akrobat, penyanyi orkes dangdut yang bergoyang panas di panggung hiburan?
Buat saya, orang yang selalu menjadi bintang di semua pasar malam adalah tukang obat asongan (TOA). Dialah orang yang dengan penampilan begitu unik mampu membuat orang tertarik mendekat. Tua-muda, besar-kecil, pria-wanita, terpesona oleh orasinya yang nyaris tak pernah putus sepanjang malam.
Saya ingat, waktu kecil dulu dulu, setiap kali ada pasar malam di alun-alun dan kebetulan waktu kecil rumah saya dekat dengan pasar dan lapangan dimana setiap waktu tertentu khususnya pada hari-hari libur selalu ada pertunjukan pasar malam, para tukang obat biasanya memakai setelan baju dan celana hitam, kaus dalam putih, serta entah kenapa selalu berkumis. Saat bekerja, dia ditemani satu atau dua asisten.
Tukang obat memakai loudspeaker TOA dengan volume yang disetel kencang untuk memanggil pengunjung berdatangan mengelilingi dagangannya. Tak mengherankan bila setiap kali tukang obat menggelar lapak, bisa dipastikan di situlah pengunjung berkerumun.
Dibantu oleh teriakan yang lantang, gaya bicara yang persuasif, tukang obat terlihat begitu meyakinkan saat berjualan. Ia bagaikan penyihir dengan mantra-mantra ajaib yang mampu menyembuhkan segala macam penyakit. Ia bak seorang dukun kawakan yang mampu menjelaskan dengan terperinci khasiat minyak oles yang dijualnya, baik untuk masuk angin, flu, pilek, demam, encok, maupun gatal-gatal.
Kita bahkan sering kali melihat selalu ada orang yang bersedia dijadikan sebagai kelinci percobaan oleh para tukang obat. Mereka seolah-olah menjadi sembuh penyakitnya setelah minum atau diolesi minyak dagangan tukang obat. Kelak saya tahu, tukang obat dan penonton itu ternyata komplotan yang bekerja sama mengecoh pengunjung untuk membeli.
Di media sosial, terutama Twitter dan di Facebook, juga ada tukang-tukang obat seperti itu — dalam bentuk yang lain. Ada yang mengaku sebagai wartawan, petugas telik sandi, politikus, pengamat, dan sebagai tukang gendam. Bahkan ada mesin (disebut dengan robot atau bot) yang secara otomatis mampu merespons kata-kata kunci tertentu. Mereka tidak menjual obat atau minyak oles, melainkan percakapan, kabar, atau informasi yang dibungkus rapi — yang boleh jadi mengecoh pengikutnya.
Belakangan ini ada semacam gelombang kedatangan para tukang obat digital di media sosial. Meski tak diketahui persis, jumlahnya terlihat terus bertambah setiap hari. Saya menduga peningkatan ini karena tukang-tukang obat itu sudah tahu bahwa linimasa adalah ruang yang makin ramai. Media sosial menjadi tempat kerumunan baru, sebuah ajang di mana para imigran digital bersosialisasi: bertemu, bercakap-cakap, dan memperoleh informasi.
Bagi para tukang obat digital, media sosial seperti Twitter dan Facebook bagaikan pasar malam yang riuh dan cocok sebagai tempat berjualan. Khalayak diyakini bisa dimanipulasi dengan kata-kata, angka, atau data yang seolah begitu meyakinkan.                                                                                                                  *Dont trust one hundred percent Social Networking*

Rabu, 13 Juli 2011

Everyone is You


Standing in the corner
oh I see your face
Stepping out the door
To feel your warm embrace

Breathing the air I inhale is you
Your soul that I want it to

People are starring at me
So many faces I look at to
People are starring at me
Yet my view is you
is you

Breathing the air I inhale is you
Your soul that I want it to

And it's only your face I see
Every places are made for you

Mabuk Tuhan


Selamat malam makhluk Tuhan. Selamat bersiap menarik selimutmu. Hm. Ketika hanya ada kau dan bantal. Remang terik di kamarmu. Jernih pikiranmu. Lapang hatimu. Saat itulah saat terbaik kau berdialog dengan Zat kasih sayang. Seperti aku, malam-malam kemarin, juga sekarang.

Topik dialog berganti. Kadang mengeluh. Kadang Dia ku marahi. Kadang kujejali Dia dengan cerita senangku. Dan sering sekali aku merepotkanNya dengan meminta, meminta, dan meminta. Jika kau yakin Zat itu bahkan lebih dekat dari nadimu, maka romantisme kadang menguap hebat lewat ujung matamu. Kamu tak punya cerita untuk dibagi. Tapi matamu basah mengingatNya. Kenapa sayang? Ada apa? Dan lidahmu sukses menjadi kaku.

Aku sering begitu. Merasa bahwa sungai kuibaratkan sebagai waktu. Dan catatan dosaku sebagai perahu yang melintasinya setiap hari. Terus kuluncurkan bahkan hingga perahuku karam. Lelah sekali. Dan lelahku hanya untuk hancur dan hilang. Lalu kenapa? Kenapa suka sekali kulipat kertas menjadi perahu padahal jelas bahanku tak kebal basah. Lalu otakku malah ruwet. Kuubah posisi baring. Malah mulai gelisah. Dan bantalku terlanjur basah. Kamu pernah?

Hei saudaraku, jangan merasa beda. Jika sedih, menangislah. Airmata perlu untuk hidup. Meski Dia tak beritau dimana Dia simpan stok air asin dari balik retina. Tapi Dia sediakan berjuta liter tanpa satuan untuk kebutuhanmu. Untuk kesedihanmu. Untuk kodratmu.

Hm. Sampai situ tiba-tiba kamu ingin ada kepala lain di sebelah bantalmu. Kepala yg kamu harapkan isinya merupakan kloning dari partikel-partikel yang ada dalam pikiran megamu. Kamu ingin ada yang memanusiakan kamu. Kalau sudah begitu, biasanya kuambil telepon genggam. Hanya ada satu nama di kepala. Lalu gesit sekali jari-jari menari. Entah wangsit sastra dari bulan atau bantal, tapi ketika coba kubaca ulang pesan singkatku, aku puas. Puas skali. Aku tak salah. Tapi disitu kuselipkan banyak kata maaf. Untuk apa?

Saudaraku. Ketika bahkan jari pun tak butuh otak egoismu untuk berfikir, bercerminlah. Segala yang terjadi sekarang, adalah hasil karya kita tak mau berbagi semesta dengan yang lain. Dari mata kita, posisi yang tak sesuai dengan posisimu, langsung tak kau suka. Yang menyakitimu, menjadi pantas kau sakiti berlipat-lipat darimu. Yang kau cintai, harus memberi cinta ganda dari yang kau punya. Yang tertakdir pergi, kau paksa ulang alur cerita agar kembali disini. Dan yang lain menjadi murka pada kita. Padahal taukah kamu? Oranglain pun membutuhkan siklus untuk memperbaiki dirinya. Dan perbaikan itu untukmu.

Aku selalu tak sanggup meneruskan dialog intimku dengan Zat kasih sayang ketika sampai pada titik itu. Aku selalu ingin merubah dunia.Tapi aku lupa merubah diriku. Ketika benar aku berkomentar. Ketika salah aku beralasan. Sudah jelas begitu, masih sayang juga Dia padaku!

I'm hang over heels! Aku mabuk kepayang dengan yang diberi Tuhan. Ketika diuji pertanyaanku selalu sama, "WHY GOD? WHY?" Sedang Dia mengatur seluruh karyaNya tanpa perlu mendengar pendapatku. Aku lalu menciut sampai tertimbun selimut. Aku mengaku. Mengaku masih buta dan tuli mengungkap kamus semestaNya. Aku bukan Einstein, yang lalu pergi ke lab ketika penasaran. Aku cuma Andi Wibowo. Andi Wibowo yang kalkulatif dan tak mau rugi. Yang ketika tersudut dalam dialog absurd denganMu, hanya bisa merubah peran menjadi lelaki gagu.

Saudaraku. Kuminta besok mampu bangun dengan hati jauh lebih lapang. Kuajak semua yang kubenci dan membenciku bermain layangan membentuk lingkaran. Lalu aku bersyukur tiap kali bantalku basah. Ternyata Zat tak berwujud yang tak pernah bisa kulihat selama ini, benar-benar lebih dekat dari urat nadi.

"Begini nih Tuhan. Kalau aku mencoba mencari akarMu. Aku mabuk!"

Kepada : Cinta

Siasat dalam malam yg selalu gagal. Berlutut mengadu ke arahmu lewat tanah bumi yg gembur. Kau sungkur aku. Kau atur malam-malamku luang untuk simpuhimu. Mengais mengemis mengiba berdoa. Minta segala luka terlupa. Sakitnya. Darahnya. Bekasnya. Bakal luka barunya.

Kepada cinta :
Dengan noda coklat muda di pinggirnya. Putihmu gading. Bukan tulang, belum kelam. Masih aku esensimu. Jelas skali disana ada dua suku kata namaku. Meski sepi terdesak. Tunggal dan bual. Mencembung mencengkung. Sesekali datar. Hatiku nanar.

Jangan binasa, cinta. Belum sempurna ku kloning nyawa. Tak bisa tepatnya. Tak ada kuasa. Habis energi. Ini sepi masih terus ada, dan dia menanti.

Aku pendar. Mataku hilang binar. Menggapaimu tapi kamu tak ada. Merengkuhmu tapi kamu tak berzat. Karena sejatinya rekat denganku. Dan kemudian berjarak kita. Semua tau kita tak pernah mau. Meski hilirnya terjadi dan kita pun malu. Ini yg disebut cerita. Memutar roll film di luar batas cakrawala. Memainkan peran suka-suka. Kamu dibuat lupa. Aku dibuat budak berperasa. Hancurlah kita.

Pesta penyubliman luka didentum dalam dansa ketukan kaki. Anggur anti sakit hati dituang dalam sloki. Lagi-lagi kupatri. Lewat sayap lunglai sepasang merpati. Ini surat cinta yg tak sempat kukirimkan. Ini rangkaian harap yg tak sanggup kuterbangkan. Ini cita yg kubalur ayakan tepung asa. Kutulis dg tinta biru tua.

Kepada : Cinta.
Cinta tolong kembali. Jangan masuk gerbang ilusi. Aku menanti penuh. Kubawa serta cinta seluruh. Sungguh. Sandarkan rasa di inti senja. Mereka kueja. Terlalu sutra hingga kaki terikat benang bernyanyi. Kau kutarik dan kupaksa menari empat kaki. Cinta kenapa pincang? Kurang kutopang? Riak mu kencang kacaukan gelombang. Terseret aku. Lagu cintamu sudah tak merdu. Kau buat sumbang. Gemanya mengetuk gudang jiwa dan kita berenang di jurang.

Kepada cinta :
Hari ini entah selat mana yg harus kusebrang. Tak ada sampan. Cintamu lupa kusimpan. Inikah penghabisan? Kalau begitu selamat datang, ajal. Kepada cinta sematinya di surabaya cadas.

Selasa, 12 Juli 2011

kaTeGe nge-BLOGS

Selamat datang di blog saya......
mungkin anda orang yg telah nyasar atau salah nge-Klik di ranah maya ini, hingga anda menemukan blog saya.
Blog ini saya tulis berdasarkan kejadian-kejadian yang cukup menarik dari sudut pandang saya,dan semoga anda betah membaca tulisan tulisan saya dan yang pasti saya ngeblog dengan hati.