Rabu, 10 Agustus 2011

Sajak SuperGalau

Bau tanah tertimpa hujan, menyeruak ke dalam ruang kamarku Tanpa mengendap.                                     
Di langitmu ada purnama, dilangit-langitku ada senyumu.
Adalah air mata, rasa yang tak mampu mendustai rindu.adalah cinta, rasa yang mencintai luka.
Puisi yang diam-diam ingin ku tulis mencakar wajahku.
Dengan kukunya yang tajam. Dan ku menulisnya sebagai kepedihan.
Hanya dengan mengandalkan kebodohanku, aku bertahan mencintaimu.
Sebab kaulah jarak dari semua perjalanan, maka biarkanlah aku menempuhyan dengan seluruh kata-kata sajakku.

Jiwaku terayun-ayun di antara dahan ketidakpastian.
Sementara usia menjadi serigala haus mangsa menunggu di bawahnya.
Dari detik ke detik, detak ke detak, aku semakin memahami, jika di dalam dada ada engkau.
Serupa anggur, tubuhmu adalah hangat yang ingin kureguk di musim dingin.
Sesekali aku ingin bersembunyi, menjadi yang tak dapat di temukan di mana-mana, kecuali dalam debar dada.
Mungkin dengan tidak peduli apa yang terjadi, aku bisa mencintaimu dengan lebih sunyi.

Kelak pada suatu malam, aku akan mengajakmu mencari mimpiku yang hilang.
Mungkin akan kau temukan kembali dirimu. dalam mimpiku.
Aku akan berenkarnasi ratusan kali lagi jika bukan namamu dan namaku yang bersandingkan nanti.
Entah sudah batang rokok dan bergelas-gelas arak, aku masih kehabisan cara untuk berhenti merindukanmu.
Aku akan mengakarkan tubuhku pada kaki langit, menunggu waktu hingga kau tiba di pangkuanku.
Dan rinduku akan seperti udara, agar senantiasa aku mengingatmu dalam helaian nafasku.
Kau tiupkan sebisik angin di dadaku, bermusim dahulu, "Kemarilah..!!  Tuai rinduku yang menjelma menjadi badai.                                                             .
Kita mungkin cerita picisan yang tertulis di langit.
Tapi cinta tak pernah merasa begitu nyata selain denganmu.
dan ABADILAH RASA INI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar